Ayam Goreng Nelongso, Ayam Goreng Malang, Ayam Goreng Murah, Ayam Goreng Tepung Renyah Dan Gurih, Ayam Goreng Nelongso Malang, Ayam Goreng Malang Enak, Nasi Kotak Ayam Goreng Lalapan, Nasi Kotak Ayam Goreng Tepung, Ayam Nelongso, Ayam Nelongso Malang
Ayam Goreng Nelongso. Mendengar
namanya saja orang bisa jadi akan berasumsi negatif karena nama ini sangat jauh
dari kesan kebahagiaan, kesuksesan, kemakmuran dan kemapanan.
Kata nelongso memang diambil dari
Bahasa Jawa yang memiliki makna susah, prihatin dan menderita.
Nama makna negatif yang melekat
pada nama restoran ini berbeda 180 derajad dengan kondisi sebenarnya. Restoran
ini sangat ramai dan menjadi favorit mahasiswa di Kota Malang.
Betapa tidak, dalam sehari
restoran segmentasi mahasiswa yang buka 24 jam ini dalam sehari rata-rata
melayani pelanggan sebanyak 9.000 orang. Sebuah pencapaian yang luar biasa
apalagi untuk ukuran restoran pendatang baru.
Mungkin banyak orang bertanya,
ada cerita apa dibalik kesuksesan Lalapan Ayam Goreng Nelongso ini?
Melalui blog pribadinya, Jamil
Azzaini, bercerita tentang suka duka dari teman akrabnya, Nanang Suherman, Sang
Owner dari Ayam Goreng Nelongso.
Menurutnya, kesuksesan yang
dicapai Ayam Goreng Nelongso sekarang ini tidak bisa dilepas dari cerita
panjang perjuangan Sang Owner.
“Beberapa waktu yang lalu saya
menyempatkan diri mampir di Restoran Ayam Goreng Nelongso di Ruko Soekarno
Hatta Indah Nomor 4A Malang. Sekalian biar bisa ngobrol panjang lebar dengan
pemiliknya yang kebetulan teman akrab saya,” tulis Jamil Azzaini mengawali
cerita panjangnya tentang Ayam Goreng Nelongso.
Disela-sela menyantap gurih dan
pedasnya bumbu Ayam Goreng Nelongso ia mendapat cerita menarik dan inspiratif
dari kawan sejatinya ini.
Dalam kisahnya, Nanang Suherman
bercerita secara detail tentang perjuangannya membangun usaha ini sekaligus
cerita sedihnya sebelum sukses bersama Warung Nelongso ini.
Usut punya usut ternyata Nama
Nelongso itu memiliki kaitan sejarah yang panjang dengan kehidupan Sang Owner.
Pria yang masih berusia 29 tahun ini sebelum sukses seperti sekarang
kehidupannya memang benar-benar ‘nelongso’.
Bapak dan ibunya bercerai, sang
ayah pernah mendekam di jeruji penjara. Pria asal Madura ini juga dalam
perjalanan hidupnya pernah menjadi pengepul besi tua atau rongsokan untuk
membiayai kuliahnya.
Untuk membiayai proses kelahiran
sang istri yang hendak melahirkan anak pertama saja, ia terpaksa menjadi
pemulung yang pagi sampai sore kerjanya mengais barang di tempat sampah.
Saat itu, istrinya divonis harus
operasi saat melahirkan. Namun, karena tahu sang suami tidak punya uang, sang
istri berjuang keras agar bisa melahirkan secara normal, cukup dibidan saja,
tidak harus dibawa ke rumah sakit.
Bahkan, Nanang pernah sangat
kebingungan karena tidak punya uang saat mertuanya meminta agar ia mengadakan
acara aqiqah yakni memotong kambing untuk syukuran kelahiran anaknya.
Namun, ia tidak mau membuat
mertuanya kecewa. Ia ingin menunjukkan bahwa ia orang yang bertanggungjawab dan
mampu membahagiakan istrinya.
Nanang akhirnya mendonorkan
darahnya. Karena golongan darahnya AB termasuk langka, maka waktu itu darahnya
laku dijual dan cukup untuk aqiqah anaknya.
Bahkan, ia juga pernah punya
hutang ratusan juta karena bisnis yang dijalaninya bangkrut. Ia hingga pernah
dipukuli seorang debt collector hingga babak belur. Ketika itu ia berkata
kepada sang debt collector, “Saya belum bisa bayar, silakan pukul saya sepuas
Anda tetapi jangan di depan anak dan istri saya.” tulis Jamil Azzaini menirukan
pengakuan Nanang Suherman.
Semua isi rumah pernah dijual
untuk sekedar menyambung hidup. Ia beserta istri dan anaknya tidur di karpet
tanpa listrik karena dicabut oleh PLN.
Derita demi derita datang silih
berganti. Berbagai usaha yang dijalani sering berujung pada kebangkrutan.
Sampai akhirnya ia menemukan menu makanan yang khas dengan harga yang sangat
murah yakni sayap dan ceker plus nasi disiram sambal yang sangat pedas.
Harganya sangat murah hanya lima
ribu rupiah per porsi. Harga yang sangat terjangkau khususnya bagi mahasiswa.
Akhirnya, restorannya pun diberi
nama Rumah Makan Bebek dan Ayam Nelongso.
Kini, Nanang sudah punya 5 outlet
dengan 120 karyawan. Restorannya buka 24 jam. Omsetnya sudah lebih dari satu
setengah milyar setiap bulan. Setiap hari restoran ini tidak kurang melayani
9.000 pelanggan.
Mereka sebagian besar adalah
mahasiswa penyuka masakan pedas dengan harga terjangkau. Dari berbagai varian
menu, mulai dari ayam yang di-geprek, goreng, bakar atau crispy hanya dibandrol
dengan harga mulai Rp5.000 termasuk nasi dan sambal koreknya.
Kamu yang tidak suka ayam, kamu
bisa coba menu bebeknya. Bagaimana dengan mereka yang tidak suka kedua-duanya?
Tentu masih banyak lagi menu yang
tidak kalah nikmatnya, ditemani sambal korek yang jadi ciri khas restoran ini.
Salah satunya yang cukup
direkomendasikan adalah Mie Nelongso. Untuk menikmati menu ini kamu cukup menyisihkan
uang Rp 4.000 saja.
Syaratnya, kamu harus tetap
waspada, karena campurannya adalah sambal korek yang pasti pedasnya menampar
lidah. Bagi kamu yang tidak suka pedas, sampaikan saja ke kasir dan pesan menu
seperti biasa dengan sambal yang tidak pedas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar